Euthanasia dalam Pandangan Islam

Apakah Euthanasia itu?

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti baik, dan thanatos berarti mati. Jadi, bila terjemahkan langsung artinya mati baik. Selain itu, euthanasia bisa disebut dengan “ Mercy killing”, namun istilah ini tidak tepat untuk pengertian euthanasia. Inti dari pengertian euthanasia adalah tindakan pemutusan kehidupan dalam maksud membebaskan pasien dari penderitaan yang tak tersembuhkan. Tindakan yang dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan tertentu atau dengan menghentikan pengobatan yang sedang dilakukan. Sedangkan euthanasia dalam ajaran islam disebut qatl ar-rahma atau taisir al-maut yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan rasa sakit, baik dengan cara positif atau negatif. Pengertian “mempercepat kematian” dalam terminologi Islam tidak dikenal. Dalam ajaran Islam, yang menentukan kematian hanya Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Isra’(17): ayat 33, “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” Dengan demikian, eutanasia sebenarnya merupakan pembunuhan yang diminta atau mendapat persetujuan dari pihak pasien dan keluarganya.

Apakah Eutanasia Aktif dan Pasif?

Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam eutanasia, yaitu eutanasia aktif dan eutanasia pasif. Yang dimaksud dengan eutanasia aktif ialah tindakan seorang dokter mempercepat proses kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan dilakukan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perkiraan/perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama.Dengan alasan yang lazim dikemukakan dokter ialah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien, tidak mengurangi keadaan sakitnya yang memang sudah parah.

eutanasiaeutanasia23

Sedangkan yang dimaksud dengan eutanasia pasif ialah tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pemberian obat ini berakibat mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan ialah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk biaya pengobatan cukup tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menuri perhitungan dokter sudah tidak efektif. Selain itu, ada lagi upaya lain yang bisa digolongkan dalam eutanasia pasif. yaitu upaya dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin bisa sembuh. Umumnya alasannya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi padahal biaya pengobatannya yang dibutuhkan sangat tinggi.7130191F0Lalu, Bagaimanakan Hukumnya melakukan Euthanasia dalam Pandangan Islam?

Dalam HR. Bukhari dari Abi Hurairah r.a dari Nabi SAW ia berkata : “Jauhi oleh mu tujuh dosa besar. Sahabat bertanya, ya Rasulullah apakah itu?. Rasulullah berkata, menyekutukan Allah dan sihir dan membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali karena ada hak dan memakan riba dan memakan harta yatim dan tawalli yauma zahfi dan menuduh orang yang bersih lagi mukmin lagi terpelihara.” Selain itu, dalam Q.S. An-Nisa’ (4): 29.

رَحِيمًا بِكُمْ كَانَ اللَّهَ نَّ إِ أَنْفُسَكُمْ تَقْتُلُوا وَلَا

“Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kalian.”

Sebagai Profesi Perawat Apa yang Harus Dilakukan?

Perawat adalah tenaga kesehatan yang tidak hanya membantu peningkatan kesejahteraan dunia, tetapi untuk pengabdian dan perilaku yang ditujukan untuk kesejahteraan akhirat. Dengan kata lain, perawat sebagai advokat dan sebagai pendidik bagi klien harus bisa memberikan pemahaman kepada klien tentang hukum kesehatan dan pandangan agama tentang euthanasia, bagaimana akibat yang muncul apabila melakukan euthanasia. Perawat harus menggunakan konsep komunikasi terapheutik dalam penyampaian informasi tersebut, berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjadi euthanasia killing. Namun, jika memang setalah dilakukan usaha tersebut keluarga tetap ingin melakukan euthanasia, maka kita sebagai perawat tidak punya hak untuk mencegah atau melarangnya dengan tetap pada prinsip tidak membenarkan euthanasia.

Dalam Kondisi Apa, Tenaga Kesehatan Mempertimbangkan Tindakan Euthanasia?

1). Jika pasien memiliki harapan hidup yang sangat tipis.

2). Jika pasien meminta untuk dilakukan euthanasia.

3). Hilangnya kemampuan manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi social.

4). Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen (irreversible loss of ability).

5).  Jika pasien tidak memiliki harapan hidup lagi dan terutama membuat beban bagi keluarga.

6). Jika keluarga telah mengizinkan dan beban ekonomi sudah tidak bisa ditanggung lagi.

7). Jika suatu keadaan dimana pasien hanya bergantung dengan alat bantu kesehatan untuk hidup namun pasien tersebut tidak punya harapan hidup lagi. Sedangkan keluarganya sudah tidak mampu menanggung biaya rumah sakit.

REFERENSI

Al-Quran

http://ashidiqkumpulanhadits.blogspot.com/2011/12/syahid.htm

Qardhawi, Yusuf, Fatwa-fatwa Kontemporer. Gema Insani Press.

8 Kasus Euthanasia yang Mengguncang Dunia

  1. Kasus “Doctor Death”
    Jack Kevorkian dijuluki “Doctor Death”, seperti dilaporkan Lori A. Roscoe . Pada awal April 1998, di Pusat Medis Adven Glendale, California. Diduga puluhan pasien telah “ditolong” oleh Kevorkian untuk mengakhiri hidup. Kevorkian berargumen apa yang dilakukannya semata demi “menolong” pasien-pasiennya. Namun, para penentangnya menyebut apa yang dilakukannya adalah pembunuhan.
  2. Jakarta – Indonesia
    Sebuah permohonan untuk melakukan euthanasia pada tanggal 22 Oktober 2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Panca Satria Hasan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 3 bulan pasca operasi Caesar dan disamping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan euthanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk euthanasia yang diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.
  3. Jakarta – Indonesia
    Koma selama 3,5 bulan setelah menjalani operasi di RSUD Pasar Rebo pada bulan Oktober 2004 dengan diagnosa hamil di luar kandungan. Namun setelah dioperasi ternyata hanya ada cairan di sekitar rahim. Setelah diangkat, operasi tersebut mengakibatkan Siti Zulaeha, 23 tahun mengalami koma dengan tingkat kesadaran di bawah level binatang. Sang suami, Rudi Hartono 25 mengajukan permohonan euthanasia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tangggal 21 Februari 2005. Permohonan yang ditandatangani oleh suami, orang tua serta kakak dan adik Siti Zulaeha.
  4. New Jersey – Amerika Serikat
    Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat, pada tanggal 21 April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat bantu pernapasan karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan zat psikotropika secara berlebihan. Oleh karena tidak tega melihat penderitaan sang anak, maka orang tuanya meminta agar dokter menghentikan pemakaian alat bantu pernapasan tersebut. Kasus permohonan ini kemudian dibawa ke pengadilan, dan pada pengadilan tingkat pertama permohonan orang tua pasien ditolak, namun pada pengadilan banding permohonan dikabulkan sehingga alat bantu pun dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca penghentian penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat bernapas spontan walaupun masih dalam keadaan koma. Dan baru sembilan tahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi paru-paru (pneumonia).
  5. Korea
    Pada tahun 2002, ada seorang pasien wanita berusia 68 tahun yang terdiagnosa menderita penyakit sirosis hati (liver cirrhosis). Tiga bulan setelah dirawat, seorang dokter bermarga Park umur 30 tahun, telah mencabut alat bantu pernapasan (respirator) atas permintaan anak perempuan si pasien. Pada Desember 2002, anak lelaki almarhum tersebut meminta polisi untuk memeriksa kakak perempuannya beserta dua orang dokter atas tuduhan melakukan pembunuhan. Seorang dokter yang bernama dr. Park mengatakan bahwa si pasien sebelumnya telah meminta untuk tidak dipasangi alat bantu pernapasan tersebut. 1 minggu sebelum meninggalnya, si pasien amat menderita oleh penyakit sirosis hati yang telah mencapai stadium akhir, dan dokter mengatakan bahwa walaupun respirator tidak dicabutpun, kemungkinan hanya dapat bertahan hidup selama 24 jam saja.
  6. Swiss
    Seorang warga Swiss bunuh diri dibantu medis atau euthanasia. Disaksikan keluarganya, ia menenggak obat mematikan di satu klinik di Swiss. Proses menuju kematian itu, disiarkan oleh televisi BBC. Kontroversi pun sontak merebak. Nama pria itu adalah Peter Smedley berusia 71 tahun dan sedang sakit parah yang tak mungkin disembuhkan lagi. Pemilik hotel ini pun memutuskan untuk mengakhiri penderitaan itu dengan cara meminum obat mematikan. Niatnya itu bisa terlaksana karena di negaranya, Swiss, euthanasia tidak terlarang. Ia pun meminta dokter di satu klik bernama Dignitas memberikan obat mematikan, barbituates. Entah bagaimana dia memberikan izin kepada Sir Terry Pratchett, pembawa acara Terry Pratchett: Choosing To Die, untuk merekam momen terakhirnya saat meminum racun. Itu terjadi sebelum Natal tahun lalu. Dalam gambar yang ditayangkan di BBC, sang pasien, Smedley, didampingi dokter dari klinik dan istrinya Christine. Dalam hitungan detik, ia meninggal di kursinya. Segera setelah tayangan itu, debat panas muncul di Twitter, media sosial lainnya serta media cetak membuat BBC dijuluki ‘pemandu sorak’ euthanasia. Warga pun menulis pengaduannya pada Dirjen Mark Thompson dan Kepala BBC Lord Patten mengenai acara itu. Warga menganggap acara ini ‘tak pantas’. Kelompok amal, politik dan agama bergabung menyatakan acara ini ‘propaganda’ euthanasia. Dalam gugatan, tertulis, “Menayangkan kematian pasien di acara demi hiburan, BBC harus punya alasan kuat”. Baroness Campbell of Surbiton, Baroness Finlay of Llandaff, Lord Alton of Liverpool dan Lord Charlie of Berriew mengatakan, BBC menayangkan acara ini guna mendukung bunuh diri yang dibantu. Alhasil, hampir 900 warga membuat pengaduan resmi pada BBC atas program itu. Juru bicara BBC menambahkan, “Terkait acara ini, kami punya 82 apresiasi dan 162 pengaduan, total pengaduan pun menjadi 898″. Regulator media Ofcom sendiri mengakui seperti dikutip Dailymail, BBC mendapat ‘banyak’ pengaduan.
  7. Inggris
    Pada tahun 1992 ketika dr. Nigel Cox mengakhiri hidup Lilian Boyes seorang pasien sekaligus teman baiknya selama 14 tahun. Caranya dengan memberikan suntikan potassium chlorice. Dr. Cox mau melakukan itu karena ia sungguh-sungguh merasa iba dengan penderitaan sahabatnya itu. “Ia mengalami kesakitan luar biasa. Lima hari sebelum kematiannya ia memohon-mohon kepada saya untuk mengakhiri penderitaannya dengan mengakhiri hidupnya,” demikian pembelaan dr. Cox. Kedua anak Lilian Boyes menyetujui tindakan dr. Cox. Mereka malahan memberikan pembelaan dan berpendapat bahwa dr. Cox telah merawat ibu mereka dengan sungguh-sungguh dan penuh kasih. Tetapi apa pun bentuk pembelaan, yang pasti kemudian dr. Cox diadili dan dijatuhi hukuman 12 bulan, hanya saja ijin prakteknya tidak dicabut. Ia tetap bisa menjalankan profesinya sebagai dokter.
  8. Florida – USA
    Terri Schiavo(usia 41 tahun) meninggal dunia di negara bagian Florida, 13 hari setelah Mahkamah Agung Amerika memberi izin mencabut pipa makanan (feeding tube) yang selama ini memungkinkan pasien dalam koma ini masih dapat hidup. Komanya mulai pada tahun 1990 saat Terri jatuh di rumahnya dan ditemukan oleh suaminya, Michael Schiavo, dalam keadaan gagal jantung. Setelah ambulans tim medis langsung dipanggil, Terri dapat diresusitasi lagi, tetapi karena cukup lama ia tidak bernapas, ia mengalami kerusakan otak yang berat, akibat kekurangan oksigen. Menurut kalangan medis, gagal jantung itu disebabkan oleh ketidakseimbangan unsur potasium dalam tubuhnya. Oleh karena itu, dokternya kemudian dituduh malapraktik dan harus membayar ganti rugi cukup besar karena dinilai lalai dalam tidak menemukan kondisi yang membahayakan ini pada pasiennya. Setelah Terri Schiavo selama 8 tahun berada dalam keadaan koma, maka pada bulan Mei 1998 suaminya yang bernama Michael Schiavo mengajukan permohonan ke pengadilan agar pipa alat bantu makanan pada istrinya bisa dicabut agar istrinya dapat meninggal dengan tenang, namun orang tua Terri Schiavo yaitu Robert dan Mary Schindler menyatakan keberatan dan menempuh langkah hukum guna menentang niat menantu mereka tersebut. Dua kali pipa makanan Terri dilepaskan dengan izin pengadilan, tetapi sesudah beberapa hari harus dipasang kembali atas perintah hakim yang lebih tinggi. Ketika akhirnya hakim memutuskan bahwa pipa makanan boleh dilepaskan, maka para pendukung keluarga Schindler melakukan upaya-upaya guna menggerakkan Senat Amerika Serikat agar membuat undang-undang yang memerintahkan pengadilan federal untuk meninjau kembali keputusan hakim tersebut. Undang-undang ini langsung didukung oleh Dewan Perwakilan Amerika Serikat dan ditandatangani oleh Presiden George Walker Bush. Tetapi, berdasarkan hukum di Amerika kekuasaan kehakiman adalah independen, yang pada akhirnya ternyata hakim federal membenarkan keputusan hakim terdahulu.

REFERENSI

Agamben, Giorgio; diterjemahkan oleh Daniel Heller-Roazen (1998). Homo sacer: sovereign power and bare life. Stanford, Calif: Stanford University Press. ISBN0-8047-3218-3.
Almagor, Raphael (2001). The right to die with dignity: an argument in ethics, medicine, and law. New Brunswick, N.J: Rutgers University Press. ISBN0-8135-2986-7.
Anonim.Tanpa Tahun. Kasus Euthanasia killing yang Terjadi di dunia. Diakses dari http://keperawatanreligionnabilah.wordpress.com pada 30 Mei 2015.
Anonym.2012. Beberapa Kasus Eutanashia Termasuk Di Indonesia. Diakses dari http://gasberacun.blogspot.com pada 30 Mei 2015.
Appel, Jacob. 2007. A Suicide Right for the Mentally Ill? A Swiss Case Opens a New Debate. Hastings Center Report, Vol. 37, No. 3.
Battin, Margaret P., Rhodes, Rosamond, and Silvers, Anita, eds. Physician assisted suicide: expanding the debate. NY: Routledge, 1998.
Dworkin, R. M. Life’s Dominion: An Argument About Abortion, Euthanasia, and Individual Freedom. New York: Knopf, 1993.
Emanuel, Ezekiel J. 2004. “The history of euthanasia debates in the United States and Britain” inDeath and dying: a reader, edited by T. A. Shannon. Lanham, MD: Rowman & Littlefield Publishers.